Rabu, 18 Mei 2016

Ikatan Metalik 1




IKATAN METALIK I
(Tugas Makalah Anorganik II)



Penulis
Kelompok       : 1 (Satu)
Anggota          : 1. Desria Monica       (1413023014)
                          2. Vina Rosalina        (1313023086)             
Program Studi : Pendidikan Kimia (B)
Mata Kuliah    : Kimia Anorganik II
Dosen              : 1. Dra. Nina Kadaritna,M.Si.
                        2. M. Mahfudz Fauzi S, S.Pd. M.Sc.





PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2016


DAFTAR ISI

                                                                                                                      Halaman
COVER................................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
I.         PENDAHULUAN
II.      PEMBAHASAN
2.1     Teori Elektron Bebas (Lautan Elektron).......................................... 2
2.2     Teori Ikatan Valensi......................................................................... 5
2.3 Teori Orbital Molekul........................................................................ 8
2.3.1 Konstruksi Diagram Energi dan Konfigurasi Elektronik SpesiesDiatomik            10
2.3.2 Konstruksi Diagram Energi Logam...................................... 11
2.4 Teori Pita......................................................................................... 12
2.4.1 Semikonduktor...................................................................... 17
2.4.2 Isolator.................................................................................. 23
2.4.3 Superkonduktor.................................................................... 25
III.   PENUTUP
3.1     Kesimpulan..................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang mana berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Kimia Anorganik II tentang “Ikatan Metalik I” dengan tepat waktu.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah Kimia Anorganik II Ibu Dra. Nina Kadaritna,M.Si.dan BapakM. Mahfudz Fauzi S, S.Pd. M.Sc. yang telah membimbing kami selama mata kuliah kimia anorganik II.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga menjadi pembelajaran bagi kami agar terciptanya makalah yang lebih baik lagi. Demikian, semoga makalah ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan bermanfaat bagi kita semua.



Bandar Lampung, 08 Maret 2016


                                                                              Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

Dalam mempelajari ilmu kimia, kita sudah banyak mengenal berbagai macam ikatan, salah satu di antaranya adalah ikatan logam (ikatan metalik).Ikatan logam didefinisikan sebagai ikatan antar atom logam tanpa membentuk suatu molekul.  Teori ikatan metalik ini yang nantinya akan menjelaskan mengenai sifat-sifat utama logam seperti dapat menghantarkan listrik dan panas, mempunyai kilap khusus, titik di­dih dan titik leleh tinggi, mempunyai sifat dapat ditempa, dibengkokkan dan ter­susun dalam kristal logam. Di antara ikatan metalik yang ada, yang paling sederhana adalah teori elektron bebas (lautan elektron).Menurut teori ini, di dalam kristal logam, setiap atom melepaskan elektron valensinya sehingga terbentuk awan elektron dan ion bermuatan positif yang tersusun rapat dalam awan elektron tersebut. Elektron dalam lautan ini adalah bebas (tidak terikat pada ion manapun). Karena elektron valensi tidak terikat pada salah satu ion logam, tetapi terdelokalisasi terhadap semua ion logam, maka elektron valensi tersebut bebas bergerak keseluruh bagian dari kristal logam. Gerakan elektron valensi inilah yang membawa dan menyampikan arus listrik  serta memindahkan kalor dalam logam.

Teori orbital molekular merupakan teori yang mampu menjelaskan bahwa ikatan kovalen ternyata mampu menyediakan model ikatan metalik yang lebih komprehensif yang sering disebut teori pita (band theory). Tataan atom-atom dalam kristal logam dapat ditafsirkan dalam bentuk bola-bola keras, baik pada logam maupun ionik padatan. Selain itu teori pita jug dapat menjelaskan mengenai sifat logam sebagai konduktor, semikonduktor dan isolator.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Teori Elektron Bebas (Lautan Elektron)
Teori ini dikemukakan oleh Drude dan Lorentz pada awal abad ke-20. Menurut teori ini, di dalam kristal logam, setiap atom melepaskan elektron valensinya sehingga terbentuk awan elektron dan ion bermuatan positif yang tersusun rapat dalam awan elektron tersebut. Elektron dalam lautan ini adalah bebas (tidak terikat pada ion manapun). Karena elektron valensi tidak terikat pada salah satu ion logam, tetapi terdelokalisasi terhadap semua ion logam, maka elektron valensi tersebut bebas bergerak keseluruh bagian dari kristal logam, sama halnya dengan molekul-molekul gas yang dapat bergerak bebas dalam ruangan tertentu.



Gambar 2.1. Ikatan logam menurut Teori Awan Elektron

Misalnya logam magnesium yang memiliki 2 elektron valensi. Berdasarkan model awan elektron, logam magnesium dapat dianggap terdiri dari ion positif Mg2+ yang tersusun secara teratur, berulang dan disekitarnya terdapat awan atau lautan elektron yang dibentuk dari elektron valensi magnesium.





Gambar 2.2. Ikatan logam pada Logam Magnesium
Teori awan atau lautan elektron pada ikatan logam itu didefinisikan sebagai gaya tarik antara muatan positif dari ion-ion logam (kation logam) dengan muatan negatif yang terbentuk dari elektron-elektron valensi dari atom-atom logam. Jadi logam yang memiliki elektron valensi lebih banyak akan menghasilkan kation dengan muatan positif yang lebih besar dan awan elektron dengan jumlah elektron yang lebih banyak atau lebih rapat. Hal ini menyebabkan logam memiliki ikatan yang lebih kuat dibanding logam yang tersusun dari atom-atom logam dengan jumlah elektron valensi lebih sedikit. Teori teori elektron bebas (lautan elektron) atau awan elektron ini juga dapat menjelaskan berbagai sifat fisika dari logam, yaitu:

1.      Logam dapat ditempa, dapat dibengkokkan, direntangkan dan tidak rapuh
Hal ini disebabkan atom-atom logam tersusun secara teratur dan rapat sehingga ketika diberi tekanan atom-atom tersebut dapat tergelincir di atas lapisan atom yang lain, serta atom-atom pada logam semua sejenis sehingga atom-atom yang bergeser saat diberi tekanan seolah-olah tetap pada kedudukan yang sama. Dengan kata lain apabila sebuah ikatan logam putus maka akan segera terbentuk ikatan logam baru.
Gambar 2.3. Sifat fisika logam dapat dibegkokkan dan ditempa

2.      Sifat Mengkilap
Di dalam ikatan logam, terdapat elektron-elektron bebas. Sewaktu cahaya jatuh pada permukaan logam, maka elektron-elektron bebas akan menyerap energi cahaya tersebut. Elektron-elektron akan melepas kembali energi tersebut dalam bentuk radiasi elektromagnetik dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi cahaya awal. Oleh karena frekuensinya sama, maka kita melihatnya sebagai pantulan cahaya yang datang. Pantulan cahaya tersebut memberikan permukaan logam tampak mengkilap. Bila cahaya tampak jatuh pada permukaan logam, sebagian elektron valensi yang mudah bergerak tersebut akan tereksitasi. Ketika elektron yang tereksitasi tersebut kembali kepada keadaan dasarnya, maka energi cahaya dengan panjang gelombang tertentu akan dipancarkan kembali. Peristiwa ini dapat menimbulkan sifat kilap yang khas pada logam.

3.      Daya hantar listrik
Di dalam ikatan logam, terdapat elektron valensi yang bebas (mudah  bergerak) yang dapat membawa muatan listrik. Jika diberi suatu beda tegangan, maka elektron-elektron ini akan bergerak dari kutub negatif menjadi kutub positif.







Gambar 2.4Perpindahan elektron dalam medan listrik menurut model lautan elektron

4.      Daya hantar panas
Elektron-elektron yang bergerak bebas di dalam kristal logam memiliki energi kinetik. Jika dipanaskan, elektron-elektron akan memperoleh energi kinetik yang cukup untuk dapat bergerak/bervibrasi dengan cepat. Dalamm pergerakannya, elektron-elektron tersebut akan bertumbukkan dengan elektron-elektron lainnya. Hal ini menyebabkan terjadinya transfer energi dari  bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah.
Gambar 2.5 Sifat logam menghantarkan panas

5.      Titik didih dan titik leleh tinggi
Pada logam, ikatan logam tidak sepenuhnya putus sampai logam mendidih, ini menunjukkan bahwa ikatan logam memiliki titik didih yang tinggi.Hal ini dikarenakan atom-atom logam terikat oleh ikatan logam yang kuat.Untuk mengatasi ikatan tersebut, diperlukan energi dalam jumlah yang besar.

2.2  Teori Ikatan Valensi
Pada teori ikatan valensi melibatkan pemakaian bersama pasangan elektron oleh dua atom(masing-masing dengan orbital valensi dan sebuah elektron) saling mendekati sampai jarak tertentu sehingga orbital valensi dari dua atom tersebut saling tumpang tindih dan dua buah elektron yang ada saling berpasangan atau memiliki spin yang berlawanan.Dua buah electron yang berpasangan tersebut ditarik oleh inti masing-masing atom sehingga dua buah atom tersebut terikat satu dengan yang lain. Apabila dua atom Li memebentuk molekul Li2 dalam fase gas maka terjadi pemakaian bersama pasangan elektron seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
Li : Li atau Li – Li
Pada molekul Li2 pasangan elektron tersebut adalah terlokalisasi antara dua atom Li yang membentuk ikatan kovalen. Orde ikatan pada Li2 adalah 1.

Di dalam kristal logam litium, atom-atom Li membentuk susunan kubus ber­pusat badan (bcc), dimana setiap atom litium dikelilingi oleh 8 atom litium terdekat dengan jarak yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam kris­talnya setiap atom litium membentuk 8 ikatan dengan 8 atom litium yang ada di sekitarnya. Karena litium hanya memiliki sebuah elektron pada kulit valen­si­nya maka sebuah atom litium tidak mungkin membentuk delapan ikatan kovalen dengan 8 atom litiium lain yang mengelilinya. Atom litium hanya mampu membentuk satu ikatan kovalen dengan salah satu atom dari 8 (delapan) atom yang mengelilinginya. Sebagai konsekuensinya pasangan elektron yang ada pada setiap atom litium tidak dapat terlokalisasi antara dua atom, melainkan terdelokalisasi pada 8 atom seperti ditunjukkan dengan delapan struktur kanonis pada Gambar 2.6
Gambar 2.6Resonansi ikatan kovalen antara satu atom Li dengan 8 atom Li yang ada disekitarnya

Akibat delokalisasi ini maka orde ikatan Li – Li pada logam Li adalah 1/8. Sebagai konsekuensiya ikatan Li – Li pada logam Li harus lebih panjang dibandingkan ikatan Li – Li pada molekul Li2. Konsekuensi yang sama juga berlaku untuk logam alkali yang lain seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Panjang ikatan pada logam alkali dan pada molekul diatomiknya.
Logam
Panjang ikatan (pm)
Molekul diatomik dalam fase gas
Panjang ikatan (pm)
Li
304
Li2
267
Na
372
Na2
308
K
462
K2
392
Rb
486
Rb2
422
Cs
524
Cs2
450
Di dalam logam litium ikatan-ikatan kovalen yangadadapat terdelokalisasi ke atom-atom yang lain dalam kristal seperti diilustrasikan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7.Delokalisasi sebuah ikatan kovalen (garis tebal) ke atom-atom yang lain dalam kristal logam litium

Akibat delokalisasi semua ikatan kovalen yang ada, struktur kanonis dari logam litium yang dapat digambarkan jumlahnya menjadi sangat banyak. Sebagai konsekuensinya ikatan antara atom-atom Li pada logam litium menjadi semakin kuat, melebihi kekuatan ikatan pada molekul diatomiknya (Li2). Untuk logam alkali perbandingan kekuatan ikatan tersebut ditunjukkan dengan perbandingan harga entalpi atomisasi dari logam dan entalpi atomisasi molekul diatomiknya yang diberikan pada Tabel 1.2.


Tabel 1.2 Entalpi atomisasi logam alkali dan entalpi atomisasi molekul diatomiknya.
Logam
Entalpi atomisasi logam alkali (kJ/mol)
Molekul diatoik logam alkali dalam fase gas
Entalpi atomisasi molekul diatomik logam alkali (kJ/mol)
Li
304
Li2
267
Na
372
Na2
308
K
462
K2
392
Rb
486
Rb2
422
Cs
524
Cs2
450

Akibat dapatnya semua ikatan kovalen terdelokalisasi ke atom-atom yang lain di dalam kristal maka elektron valensi atom-atom litium tersebut dapat dianggap bersifat mudah bergerak, sehingga memungkinkan untuk dapatnya  logam litium menghantarkan arus listrik apabila pada logam tersebut diberi beda potensial.

2.3  Teori Orbital Molekul
Teori orbital molekular mengandaikan bahwa apabila dua atom atau lebih bergabung membentuk suatu spesies, maka spesies ini tidak lagi memiliki sifat orbital atomik secara individual, melainkan membentuk orbital molekular baru. Elektron yang terlibat dalam ikatan dipengaruhi secara serentak oleh kedua inti atom yang bergabung. Pendekatan sederhana menyarankan bahwa hanya elektron - elektron dalam orbital atomik luar saja yang dianggap membentuk ikatan, sehingga elektron ikatan ini berada dalam orbital molekular sedangkan elektron-elektron dalam orbital dalam masih tetap sebagaimana keadaannya dalam masing masing atom secara individual.

Menurut pendekatan kombinasi lurus (linear combination), jumlah orbital molekular yang terbentuk sama dengan jumlah orbital atomik yang bergabung. Bila dua atom yang bergabung masing-masing menyediakan satu orbital atomik maka dihasilkan dua orbital molekular, salah satu merupakan kombinasi jumlahan kedua orbital atomik yang saling menguatkan dan lainnya kombinasi kurangan yang saling meniadakan. Kombinasi jumlahan menghasilkan orbital molekular ikat (bonding) yang mempunyai energi lebih rendah, dan kombinasi kurangan menghasilkan orbital molekular antiikat (antibonding) yang mempunyai energi lebih tinggi. Hal ini bukan berarti bahwa semua orbital molekular ini harus ditempati oleh elektron, melainkan elektron mengisi orbital orbital molekular menurut tingkat energinya dari rendah ke tinggi. Dengan demikian, terdapat perbedaan jumlah elektron dalam orbital antiikat; numerik perbedaan ini dibagi dengan jumlah atom yang berikatan disebut derajat ikatan / orde ikatan (bond order) yang dapat dipakai sebagai petunjuk kekuatan ikatan yang bersangkutan.










Orbital molekular ikat adalah orbital yang rapatan elektron ikat terpusat mendekat pada daerah antara kedua inti atom yang bergabung, dan dengan demikian menghasilkan situasi yang lebih stabil. Orbital molekular antiikat adalah orbital di mana rapatan elektron ikat terpusat menjauhi daerah antaraa kedua inti atom yang bergabung, dan dengan demikian menghasilakan situasi yang kurang stabil.

Relative terhadap energi orbital atomik, penurunan energi orbital molekular ikat (  sama dengan kenaikan energi orbital molekular antiikat (Gambar 1.1a). Untuk molekul homonuklir, orbital atomik yang sama mempunyai tingkat energi yang sam pula, tetapi dalam molekul heteronuklir menjadi lebih rendah bagi atom yang bersifat lebih elektronegatif (Gambar 1.1b). Jika perbedaan elektronegatifitas antara kedua atom yang bergabung ini sangat besar, yang berarti  relatif lebih kecil, karakteristik orbital molekular ikat praktis didominasi oleh orbital atomik dari atom yang lebih elektronegatif dan sebaliknya orbital molekular antiikat didominasi oleh orbital atomik dari atom yang bersifat kurang elektronegatif. Jika pada daerah tumpang-tindih (overlap) ada orbital atomik yang tidak berinteraksi dalam pembentukan ikatan, orbital molekular yang dihasilkan disebut orbital nonikat (nonbonding) dan mempunyai tingkat energi tetap sama dengan orbital atomik dari atom yang bersangkutan.

2.3.1 Konstruksi Diagram Energi dan Konfigurasi Elektronik SpesiesDiatomik
Diagram orbital molekular untuk molekul diatomik homonuklir periode dua, Li2 hingga F2 dapat disusun menurut kerangka 1.3a dengan energi πp> σp namun diagram ini mengabaikan adanya interaksi orbital s dengan orbital p dari atom yang lain dan ini hanya dapat berlaku jika perbedaan orbital 2s dan 2p cukup besar seperti dalam atom oksigen dan fluorin. Perbedaan energi 2s-2p unsur Li-Ne naik secara nyata sebagaimana dinyatakan dengan kenaikan potensial ionisasi, 2eV-27eV.

Oleh karena itu untuk unsur Li hingga N, interaksi s-p’ dan s’-p tidak dapat diabaikan lagi karena perbedaan energi 2s-2p dianggap kecil, dan akibatnya orbital molekular σp berinteraksi dengan orbital 2s sehingga berakibat lanjut naiknya energi yang bersangkutan hingga menjadi lebih tinggi daripada energi πp (sesuai pada gambar 1.3b) berikut ini.
Perlu diingat bahwa orbital-orbital dalam tidak pernah berperan pada pembentukan orbital molekular. Konfigurasi elektronik ini (sesuai dengan gambar 1.4) dalam keadaan dasar, ground statemenunjukkan adanya dua elektron tak berpasangan dalam molekul oksigen (cair) sehingga dapat menjelaskan sifat paramagnetik molekul ini, dan inilah yang merupakan salah satu keunggulan dari teori orbital molekular dibanding dengan teori ikatan yang lain. Di bawah ini adalah diagram perubahan (kualitatif) energi orbital molekular spesies diatomik homonuklir unsur-unsur periode dua.
2.3.2  Konstruksi Diagram Energi Logam
Konstruksi diagram energi orbital molekular, misalnya untuk dua atom Li dalam fase gas yang membentuk molekul Li2. Selanjutnya apabila terdapat empat orbital atom 2s dari empat atom Li bergabung dalam molekul Li4 maka akan diperoleh empat orbital molekular σ2s yaitu dua orbital ikat dan dua yang lainnya adalah antiikat. Namun agar tidak melanggar hukum kuantum, energi orbital-orbital ini tidak setingkat, artinya energi orbital σ2syang satu tidak boleh mempunyai energi yang persis sama dengan orbital σ2syang lain. Oleh karena itu, konstruksi diagram energi orbital molekular Li4 dapat dilukiskan seperti gambar 1.5a.


 








Dalam kristal logam, sejumlah besar (n) orbital atomik dari n atom logam bergabung. Orbital-orbital ini berinteraksi secara tiga dimensional membentuk n orbital molekular dengan prinsip yang sama seperti halnya pada pembentukan orbital molekular Li4 tersebut. Karena demikian banyaknya tingkat energi orbital-orbital ini, jarak tingkat yang satu dengan yang lain menjadi sedemikian dekatnya sehingga menghasilkan suatu bentuk kontinu (sinambung) atau “pita”. Dengan adanya pita energi tersebut, sifat konduktivitas listrik suatu logam secara sederhana dapat dijelaskan yaitu bahwa sebuah elektron mampu mencapai ke tingkat-tingkat energi orbital antiikat yang kosong dan sangat sedikit lebih tinggi energinya dan kemudian bergerak bebas melalui struktur logam sebagai arus listrik. Secara sama, sifat konduktivitas termal dapat dijelaskan oleh karena adanya elektron-elektron bebas melalui seluruh bangun kristalnya.

2.4  Teori Pita
Sifat logam salah satunya adalah dapat menghantarkan panas dan listrik, logam yang tidak begitu baik menghantarkan listrik disebut semikonduktordan logam yang dapat menghantarkan listrik dengan baik yaitu konduktor. Sifat logam konduktor, semikonduktor ini dapat dijelaskan melalui Teori Pita(bond theory).

Kombinasi linear orbital-orbital terluar atom-atom logam menghasilkan orbital-orbital bonding dan orbital-orbital antibonding dengan tingkat energi yang berdekatan yang disebut pita energi. Pita energi ini sebetulnya terdiri dari dua bagian, yaitu separuh pita bagian bawah yang terbetuk dari orbital-orbital bonding yang disebut dengan pita bonding dan separuh pita bagian atas yang terbentuk dari orbital-orbital anti bonding yang disebut dengan pita anti bonding. Untuk logam Litium pita-pita tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.1
Gambar 4.1Pita-pita bonding dan pita-pita antibonding pada logam litium

Pada logam pita bonding dan pita antibonding yang terbentuk dari kombinasi linear orbital-orbital atom yang sama adalah menyatu. Pita energi terisi penuh bila orbital-orbital atom pembentuknya terisi penuh elektron. Sebaliknya, pita energi tidak terisi penuh bila orbital-orbital atom pembentuknya tidak terisi penuh elektron.

Pita energi tertinggi yang berisi penuh elektron disebut pita valensi. Pita energi tertinggi berikutnya tempat elektron dapat menjelajah secara bebas sebagai penghantar listrik disebut pita konduksi. Mengapa demikian? Pita konduksi terdiri atas elektron-elektron yang disebut elektron konduksi yaitu elektron yang mempunyai cukup energi sehingga tidak tertarik balik oleh tarikan ion positif; elektron-elektron lainnya pada tingkat energi yang lebih rendah dalam pita konduksi membutuhkan energi yang lebih besar untuk mencapai pita kosong dan umumnya tidak berpartisipasi dalam sifat hantaran. Dalam pengaruh medan listrik, elektron konduksi dipercepat ke arah medan dan hasilnya adalah aliran elektron. Pita konduksi ini ada yang kosong, ada yang berisi elektron banyak, dan ada yang setengah penuh sebagaimana ditemui pada logam.

Pita energi ada yang saling terpisah satu sama lain dengan menghasilkan celah energi terlarang (forbidden energi gap). Celah energi antara pita valensi dengan pita konduksi berperan penting dalam menentukan sifat hantaran listrik. Celah energi ini ukurannya dapat lebar ataupun sempit. Celah yang lebar tidak memungkinkanelektron melintasinya (yakni insulator) dan celah yang sempit memungkinkan elektron melintasinya ke pita energi yang lebih tinggi sebagai penghantar listrik (yakni konduktor). Adanya celah energi ini merupakan konsekuensi sifat mekanika kuantum elektron, yaitu memungkinkan peluang mendapatkan elektron dengan nilai nol. Selain itu pita energi ada juga yang saling tumpang tindih. Sifat hantaran listrik konduktor (logam), insulator (nonlogam), dan semikonduktor dapat dijelaskan berdasarkan susunan pita-pita energi tersebut dalam bahan yang bersangkutan.

Untuk logam-logam golongan 1, pita konduksi terdiri atas setengah pita isi penuh elektron dan setengah pita kosong. Kedua bagian tengahan pita energi ini tentu sangat dekat satu sama lain karena tidak ada celah energi, sehingga elektron-elektron dalam pita konduksi ini dengan mudah mampu menjelajahi pita kosong sebagai pembawa arus listrik.

Elektron-elektron berperan dalam kondukis hanya jika berada dalam pita yang terisi secara persial. Dalam pita yang terisi penuh dengan tanpa adanya pita kosong cukup dekat, elektron-elektron hanya bergerak saling bertukar tempat. Dalam pengaruh medan listrik elektron-elektron terbagi menjadi dua bagian yang sama jumlahnya dengan dua arah yang menghasilkan resutante nol, tanpa konduksi. Untuk unsur-unsur golongan 2, elektron-elektron dengan energi tertinggi (ns2) menempati secara penuh pita valensi. Sepintas elektron-elektron ini bukan elektron konduksi. Namun, pita konduksi kosong berikutnya tersusun oleh orbital np yang ternyata tumpang tindih dengan pita valensi, sehingga elektron pada pita valensi mampu berperan sebagai elektron konduksi, menjelajah bebas pada orbital np dalam pita konduksi.

Elektron-elektron yang menempati energi dibawah pita valensi disebut elektron inti (core elektrons); elektron-lektron ini terikat kuat oleh inti atom yang bersangkutan dan dianggap kurang berperan dalam menentukan sifat konduktivitas. Jadi untuk (Be)n misalnya, elektron-elektron inti menempati pita energi yang tersusun oleh orbital-orbital (1s2)n’, yang posisinya dibawah pita valensi (2s2)n sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut:
 















Gambar 1.6Diagram orbital molekular

Dengan adanya pita energi tersebut sifat konduktivitas listrik suatu logam secara sederhana dapat dijelaskan, yaitu bahwa sebuah elektron mampu mencapai ke tingkat-tingkat energi orbital antiikat yang kosong dengan energi yang sangat sedikit lebih tinggi, dan kemudian bergerak bebas melalui struktur logam sebagai arus listrik. Secara sama, sifat konduktivitas termal dapat dijelaskan oleh karena adanya elektron-elektron bebas yang mampu membawa energi secara translasi melalui seluruh bangun kristalnya.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam teori atom, cahaya diserap dan dipancarkan apabila elektron pindah dari tingkat energi yang satu ke tingkat energi yang lain, dan pancaran cahaya ini diamati sebagai spectrum garis. Menurut teori pita tersebut, dalam logam terdapat tingkat-tingkat energi yang sangat banyak jumlahnya, sehingga jumlah kemungkinan terjadinya transisi elektroniknya juga tak terbatas. Akibatnya, permukaan atom-atom logam dapat menyerap cahaya dengan segala panjang gelombang dan kemudian memancarkan kembali dengan panjang gelombang yang sama karena elektron membebaskan energi yang sama ketika kembali ke peringkat dasarnya (ground state). Jadi, teori pita ini mampu pula menjelaskan sifat reflektivitas logam.

Sifat metalik ternyata masih dapat dipertahankan pada fase cair; pada fase ini adanya tumpang tindih antar orbital yang menghasilkan sifat metalik seperti halnyapada fase padatnya masih dapat dipertahankan, tetapi menjadi lenyap pada fase gas. Jadi, titik didih suatu logam merupakan termperatur terjadinya pemutusan ikatan-ikatan metalik, dan ini merupakan petunjuk kekuatan ikatan metalik yang bersangkutan. Sebagai contoh, Natrium meleleh pada 98ºC tetapi baru mendidih pada 890ºC.

Konstruksi diagram orbital molekular golongan 2 dapat diwakili unsur Berilium, Be. Unsur ini mempunyai sifat mirip logam atau semilogam. Dengan konfigurasi elektronik [He}2s2 , kedua orbital molekular ikat  dan antiikat * berisi elektron penuh, sehingga dalam daerah pita energi * tidak lagi terdapat daerah kosong tempat elektron dapat bergerak bebas (Gambar 1.6). Namun demikian, orbital kosong 2p membentuk pita energi 2p yang sedikit bertumpang tindih dengan pita 2s, dan ini memungkinkan elektron-elektron “menjelajah” dalam bangun logamnya. Akibatnya, berilium mempunyai konduktivitaslistrik yang tinggi, meskipun sifat-sifat kimiawinya lebih mendekati sebagai semilogam.

Teori orbital molekular yang menghasilkan pita energi dapat diterapkan tidak hanya pada logam melainkan juga pada setiap bahan padatan karna orbital-orbital dari atom-atom secara indvidu dapat saling mendekat untuk mengadakan tumpang tindih. Ukiran celah energi antara pita valensi dan pita konduksi bervariasi dalam bahan yang berbeda. Dalam insulator, suatu bahan yang tidak menghantar listrik, celah energi sedemikian lebar sehingga elektron dalam pita valensi tidak mungkin dapat melintasinya. Oleh karena dalam insulator pita valensi penuh terisi elektron, aliran elektron tidak mungkin berlangsung sehingga sifat konduksi tidak terjadi. Dalam unsur semikonduktor, juga terdapat celah energi antara pita valensi dan pita konduksi, namun celah ini lebih sempit dibandingkan dengan celah dalam insulator. Bahakan pada termperatur kamar, beberapa elektron mempunyai energi yang cukup untuk melompati celah ini dan masuk kedalam pita konduksi tempat elektron ini mamapu menjelajah bebas. Celah energi ini untuk beberapa bahan ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.2 Celah energi beberapa bahan (dalam kJ mol-1)
Bahan
Celah energi
Bahan
Celah energi
B
320
Intan
502
Si
100
In, P
130
Ge
67
Ga, As
140
As(gray)
120
In, Sb
20
-Sb
10
Cd, Te
140
Te
37



2.4.1  Semikonduktor
Semikonduktor adalah suatu padatan, bahan kristalin dengan konduktivitas listrik intermediat antara metal dan insulator.Sifat konduktivitas semikonduktor tidak sebaik metal karena jumlah elektron-elektron yang terdapat dalam pita konduksi lebih sedikit dibanding dengan jumlah elektron ini dalam metal. Dengan kata lain semikonduktor mempunyai harga tahanan listrik lebih tinggi daripada tahanan listrik metal. Konduktivitas (dengan unit ohm-1 cm-1 ) adalah kebalikan dari tahanan. Sebagai contoh, aluminium mempunyai tahanan listrik 2,7.10-6 ohm cm pada 20ºC; silikon murni mempunyai tahanan listrik 105 ohm cm, sedangkan intan murni(insulator) mempunyai tahanan listrik yang sangat tinggi, 1014 ohm cm, pada 15ºC. Semikonduktor mempunyai tahanan listrik pada rentang 10-3 - 108 ohm cm.

Termperatur mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap sifat hantaran listrik suatu logam dengan semikonduktor. Dalam kisi kristal metalik, kenaikan termperatur mengakibatkan meningkatnya frekuensivibrasi ion-ion pada posisi kisinya. Hal ini menyebabkan elektron yang bergerak melalui metal dibawah pengaruh medan listrik menjadi meningkat peluangnya dalam menumbuk ion. Akibatnya, untuk logam kenaikan termperatur meningkatkan tahanan listriknya. Tetapi untuk semikonduktor, kenaikkan termperatur menyebabkan bertambahnya jumlah elektron yang memperoleh cukup energi untuk melompat keluar dari pita valensi ke pita konduksi. Dengan demikian, kenaikan termperatur mengakibatkan penurunan tahanan listrik semikonduktor. Seberapa jauh perubahan tahanan listrik oleh karena perubahan termperatur ini bagi semikonduktor berbeda satu lain. Secara umum, konduktivitas semikonduktor menyerupai metal pada termperatur tinggi, tetapi menyerupai insulator pada temperatur rendah.

Teori pita juga dapat dipakai untuk menjelaskan beberapa senyawa bersifat sebagai konduktor listrik, beberapa lainnya tidak dan beberapa yang lainnya tidak dan beberapa yang lain semikonduktor. Dalam logam, pita-pita energi elektron bertumpang tindih dan mengizinkan elektron bergerak bebas melalui pita dalam seluruh struktur kristalnya. Dalam nonmetal, pita-pita terpisah cukup lebar dan menghasilkan celah energi sehingga tidak memungkinkan elektron mampu bergerak bebas (Gambar 1.7a); unsur nonmetal ini dikenal sebagai insulator. Dalam beberapa unsur, celah atau gap energi antara pita-pita cukup kecil sehingga memungkinkan hanya sedikit elektron dapat tereksitasi kepita kosong diatasnya (Gambar 1.7b) unsur demikian ini dikenal sebagai semikonduktor instrinsik.

Penggolongan Semikonduktor
Semikonduktor dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu semikonduktor instrinsik (instrinsic semiconductor) dan semikonduktor ekstrinsik (ekstrinsic semiconductor).Semikonduktor instrinsik dapat berupa semikonduktor instrinsik unsur dan semikonduktor instrinsik senyawa, sedangkan semikonduktor ekstrinsik dapat berupa semikonduktor tipe-p dan semikonduktor tipe-n.

Silikon merupan unsur yang paling banyak digunakan sebagai bahan dasar dalam membuat semikonduktor.Silikon merupakan bahan yang sifatnya keras, padatan berwarna abu-abu yang mengkilat, dan melebur pada suhu 1410ºC.Silikon dibuat dengan mereduksi kuarsa dengan kokas (C) didalam tungku listrik pada suhu 3000ºC.
SiO2(l)  + 2C(s)     panas          Si (l)  + 2CO2 (g)    
Untuk membuat semikonduktor diperlukan silikon dengan kemurnian yang tinggi dan pengotor yang ada tidaak boleh lebih dari 10-8%. Pembuatan silikon tersebut dimulai dengan pemanasan silikon tidak murni, hasil rreaksi diatas, dengan gas klorin (Cl2).
Si (s)  + Cl2 (g)    panas         SiCl4(g)
SiCl4 memiliki titik didih 58ºC. Si dapat diperoleh kembali dari SiCl4 dengan cara melewatkan uap SiCl4 dan gas H2 melalui sebuah tabung yang panas.
                                    SiCl4(g)  + 2H2 (g)      panas         Si (s)  +  4HCl(g)
Si yang diperoleh berbentuk batangan yang perlu dimurnikan lebih lanjut dengan cara pemurnian zona (zone refining) seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 4.7Pemurnian zona Silikon

Pada pemurnian zona batang silikon tidak murni secara pelan-pelan dilewatkan kebawah mlalui kumparan listrik pemanas yang terapat pada zona lebur. Karena pemanasan, maka ujung batang silikon tidak murni mengalami peleburan. Pada zona peleburan, silikon murni dapat dianggap sebagai pelarut sedangkan leburan silikon yang mengandung pengotor dapat dianggap sebagai larutan. Berdasarkan sifat koligatif larutan maka titik lebur silikon murni akan lebih tinggi dibandingkan titik lebur silikon yang mengandung pengotor. Hal ini menyebabkan pengotor cenderung mengumpul di silikon yang mengandung pengotor (bagian atas pada zona peleburan). Selama pemurnian zona berlangsung maka bagian bawah yang merupakan silikon murni akan bertambah banyak sedangkan bagian atas semakin sedikit. Pengotor yang ada akan terkonsentrasi pada bagian yang sedikit ini. Setelah leburan mengalami pembekuan maka akan diperoleh suatu batangan dimana salah satu ujungnya merupakan silikon paling murni sedangkan ujung yang lain  merupakan silikon yang dipenuhi dengan pengotor atau silikon paling tidak murni.
a.       Semikonduktor intrinsik
Semikonduktor instrinsik dapat berupa semikonduktor instrinsik seperti Si atau Ge atau semikonduktor intrinsik senyawa seperti GaAs atau CdS. Elektron-elektron pada pita valensi yang terisi penuh di anggap tidak dapat bergerak bebas sehingga pada 0 K semikonduktor intrinsik dapat dianggap tidak dapat mengahantarkan arus listrik. Kenaikan temperatur akan meningkatkan energi termal elektron-elektron pada pita valensi. Pada tempertur ruang sebagian kecil elektron-elektron pada pita valensi memiliki energi termal yang harganya lebih besar dari energi ambang. Elektron-elektron tersebut dapat tereksitasi secara termal ke pita konduksi, seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 4.10Semikonduktor intrinsik pada temperature ruang

Akibat dari eksitasi termal tersebut pita konduksi terisi sejumlah kecil elektron, sedangkan pada pita valensi akan terbentuk sejumlah kecil tempat kosong yang disebut dengan lubang (hole) yang bermuatan positif. Jumlah holeyang terbentuk adalah sama dengan jumlah electron yang tereksitasi. Terbentuknya sedikit tempat kosong pada pita valensi memungkinkan elektron-elektron pada pita valensi untuk dapat bergerak meskipun tidak sebebas gerakan elektron-elektron pada pita konduksi apabila semikonduktor diberi beda potensial. Dapat bergeraknya elektron-elektron pada pita valensi dan pada pita konduksi memungkinkan dapatnya semikonduktor intrinsik menghantarkan arus listrik pada temperatur ruang, karena :
1.      Gerakan elektron-elektron pada pita valensi tidak sebebas gerakan elektron-elektron pada pita konduksi; dan
2.      Elektron-elektron pada pita konduksi meskipun dapat bergerak bebas tetapi karena jumlahnya sangat sedikit, maka daya hantar listrik semikonduktorintrinsik selalu lebih rendah dibandingkan daya hantar listrik logam.

Semikonduktor intrinsik atausemikonduktor tipe-i merupakan semikonduktor murni dimana pada kondisi kesetimbangan termal kerapatan atau jumlah lubang (hole) pada pita valensi  dan kerapatan atau jumlah elektron pada pita konduksi adalah sama.
a.    Semikonduktor ekstrinsik
Semikonduktor ekstrinsik dibuat dengan memberikan pengotor (dopant) dalam jumlah kecil (dalam skala ppm) pada semikonduktor intrinsik unsur.

1.    Semikonduktor tipe-p
Semikonduktor ini juga disebut semikonduktor tipe akseptor karena pengotor yang ditambahkan menerima electron-elektron dari pita valensi semikonduktor intrinsik lainnya.

Apabila semikonduktor tipe-p diberi beda potensial maka dapat dianggap terjadi aliran hole yang bermuatan positif. Berpindahnya holedari satu posisi ke posisi yang lain menyebabkan terjadiya hantaran arus listrik pada semikonduktor tipe-p.

Semikonduktor tipe-p dapat juga diperoleh dari semikonduktor intrinsik senyawa apabila atom penyusun senyawa yang memiliki keelektronegatifan lebih rendah jumlahnya dibuat lebih banyak dibandingkan jumlah atom penyusun senyawa yang memiliki keelektrnegatifan lebih tinggi. Galium arsenide (GaAs) merupakan semikonduktor senyawa dengan keelektronegatifan atom Ga < As. Apabila jumlah atom Ga dibuat lebih banyak maka diperoleh GaAs(1-x) (x<<1) yang merupakan semikonduktor tipe-p.


2.    Semikonduktor tipe-n
Semikonduktor ini juga disebut semikondutor tipe donor karena pengotor yang ditambahkan memberikan electron-elektron pada semikonduktor intrinsik aslinya.Semikonduktor tipe-n dapat juga diperoleh dari semikonduktor intrinsik senyawa apabila atom penyusun senyawa yang memiliki keelektronegatifan lebih rendah. Galium Arsenide (GaAs) merupakan semikonduktor senyawa dengan keelektronegatifan atom Ga < As. Apabila jumlah atom As dibuat lebih banyak maka diperoleh Ga (1-x) As (x<<1) yang merupakan semikonduktor tipe-n.Gabungan dari semikonduktor tipe-p dan tipe-n dapat digunakan untuk menghasilkan sinar laser.

2.4.2        Isolator
Seperti halnya semikonduktor, pada isolator juga terdapat pita valensi dan pita konduksi. Pembentukan pita-pita tersebut sama seperti pada semikonduktor. Perbedaannya, pada semikonduktor energi termal yang dimiliki oleh electron-elektron pada pita valensi memungkinkan untuk tereksitasinya sebagian kecil electron dari pita valensi ke pita konduksi sehingga semikonduktor daapat menghantarkan arus listrik. Electron-elektron yang tereksitasi ini energi termalnya adalah sama atau lebih besar dari energi ambang ( ). Pada isolator energi termal yang dimiliki oleh electron-elektron yang terdapat pada pita valensi lebih kecil dari energi ambang sehingga tidak memungkinkan untuk tereksitasinya sebagian elektrondari pita valensi ke pita konduksi. Electron-elektron pada isolator menempati pita valensi yang terisi penuh, seperti pada gambar 4.24, sehingga isolator tidak dapat menghantarkan arus listrik. Contoh dari isolator adalah intan.






 









Gambar 4.24 C (intan) merupakan  isolator karena pita valensinya terisi penuh sedangkan pita konduksinya kosong

Energi ambang untuk beberapa zat diberikan pada tabel 4.1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa  yang merupakan logam energi ambangnya adalah nol. Energi ambang sebesar nol juga dimiliki oleh logam-logam yang lain.

Tabel 4.1 Energi ambang beberapa zat pada 0 K
Zat
Energi ambang (kJ/mol)
Zat
Energi ambang (kJ/mol)
-Sn
0
GaAs
145
Te
29
CdS
251
Ge
68
GaP
278
Si
106
C (intan)
579

Berdasarkan tabel 4.1 tampak bahwa energi ambang semikonduktor Ge lebih rendah dibandingkan semikonduktor Si sehingga daya hantar listrik semikonduktor Ge lebih baik dibandingkan semikonduktor Si. Meskipun demikian yang lebih banyak digunakan dalam membuat semikonduktor adalah Si karena kelimpahannya lebih banyak dan harganya relative lebih murah dibandingkan semikonduktor Ge. Energi ambang dari C (intan) adalah paling besar dan tidak mungkin diatasi oleh energi termal elektron sehingga C (intan) berlaku sebagai isolator.

2.4.3.  Superkonduktor
Superkonduktor adalah material yang memiliki resistans (tahanan) listrik nol. Superkonduktor dapat menghantarkan arus listrik tanpa adanya pengurangan energi. Dengan kata lain, arus listrik dapat mengalir selamanya tanpa pengurangan energi dalam penghantar yang memiliki sifat superkonduktor. Sifat superkonduktor suatu material hanya muncul dibawah temperatur tertentu yang disebut dengan temperatur kritik (critical temperature), Tc. Dibawah temperature kritik resistans listrik material turun secara drastis menjadi nol. Untuk superkonduktor logam, dibawah temperatur kritik logam memiliki sifat superkonduktor, sedangkan diatas temperatur kritik logam memiliki sifat konduktor, sedangkan diatas temperatur kritik logam memiliki sifat konduktor seperti gambar berikut :









Gambar 5.2 Perubahan sifat logam dari konduktor (di atas Tc) menjadi superkonduktor (di bawah Tc)
a.       Penggolongan superkonduktor
Superkonduktor dapat digolongkan dalam dua tipe, yaitu super konduktor tipe I dan superkonduktor tipe II. Superkonduktor tipe I ditandai dengan hilangnya secara mendadak sifat superkonduktor material apabila medan magetik terpakai dengan harga tertentu mengenainya. Superkonduktor logam termasuk superkonduktor tipe I. Superkonduktor tipe II ditandai dengan hilangnya sifat superkonduktor material secara berangsur-angsur apabila berada diatas harga medan kritik  (Hc) tertentu. Superkonduktor oksida logam termasuk dalam superkonduktor tipe II.
b.      Sifat-sifat superkonduktor
Superkonduktor memiliki sifat yang unik yaitu:
1.      Dibawah temperatur kritik (Tc) memiliki resistans listrik nol.
2.      Dapat menghantarkan arus listik dengan tingkat efisiensi yang tinggi karena selama penghantaran arus listrik momentum pasangan electron atau pasangan Cooper dapat dianggap tidak mengalami perubahan.
3.      Menunjukkan efek Meissner.
4.      Superkonduktor menolak medan magnetik eksternal secara sempurna. Dengan demikian superkonduktor dapat dianggap bersifat diamagnetik sempurna. 


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari isi makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Teori awan elektron disebut juga elektron bebas atau lautan elektron yang menjelaskan berbagai sifat fisika dari logam, seperti logam dapat ditempa, dapat dibengkokkan, direntangkan dan tidak rapuh, sifat mengkilap logam, sifat logam yang dapat menghantarkan listrik, dapat menghantarkan panas, dan sifat logam yang memiliki titik leleh dan titik didih tinggi.
2.      Teori ikatan valensi melibatkan pemakaian bersama pasangan elektron oleh dua atom, yang menjelaskan bahwa ikatan logam terbentuk karena adanya delokalisasi elektron valensi atom pusat yang berinteraksi dengan atom disekelilingnya.
3.      Teori pita menjelaskan mengenai sifat logam sebagai konduktor, isolator dan semikonduktor.
4.      Semikonduktor dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu semikonduktor instrinsik (berupa semikonduktor instrinsik unsur dan semikonduktor instrinsik senyawa) dan semi konduktor ekstrinsik (berupa semikonduktor tipe-p dan semikonduktor tipe-n)
5.      Superkonduktor merupakan material yang memiliki resistans (tahanan) listrik nol, yang dapat menghantarkan arus listrik tanapa adanya pengurangan energi.


DAFTAR PUSTAKA

Effendy. 2010. Logam, Aloi, Semikonduktor, dan Superkonduktor. Malang: Banyumedia Publishing
Petrucci, R.H. 1987. Kimia Dasar : Prinsip dan Terapan Modern. Jilid II Edisi ke empat (alih bahasa Suminar Achmadi). Jakarta: Erlangga.
Sugiyarto, KH., dan Suyanti, Retno D. 2010. Kimia Anorganik Logam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syarifuddin, Nuraini. 1994. Ikatan Kimia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar