Rabu, 18 Mei 2016

Ikatan Metalik 2




IKATAN METALIK II

(MODEL KEMAS GEOMETRI)


Penulis
Kelompok 2 B :
1.    Indah Rahmawati            (1413023026)
2.    Rizka Puspita       (1413023057)

Program Studi             : Pendidikan Kimia

Mata Kuliah                : Kimia Anorganik II
Dosen                          : Dra. Nina Kadaritna, M.Si.
                                      M. Mahfudz Fauzi. S, S.Pd., M.Sc.



https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTyRaqbKYwXnrlBkOSssF_TcNCTJw9zHVqzrREQtZeZpNAwC08c



PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

 


BAB I
PENDAHULUAN


Banyak fakta mengenai sifat fisika logam yang dapat di amati, sehingga menimbulkan anggapan bahwa atom-atom dalam logam tersusun berdekatan satu dengan yang lain. Berdasarkan hal itulah maka berkembang penelitian tentang susunan atom-atom dalam kristal logam. Penyusunan atom-atom logam ada dua cara yaitu dalam bentuk lapisan bujur sangkar dan lapisan heksagonal.
Ada beberapa cara penyusunan bola-bola atom yang akan menghasilkan beberapa model misalnya simple cubic packing (kemas kubus sederhana), body centered cubic packing (kemas kubus pusat badan),  face centered cubic packing (kemas kubus pusat muka), dan hexagonal close packing (kemas rapat heksagonal). Dalam susunan ini, setiap kubus tidak diisi sepenuhnya oleh bagian bola atom. Perbandingan antara volume kubus yang terisi dan volume kubus total disebut dengan Packing Efficiency (efisiensin kemas). Setiap model memiliki efisiensi kemas yang berbeda-beda.
Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Dalam identifikasi kristal tidak akan lepas dengan kisi Bravais karena dengan mengetahui sistem kristal atau kisi Bravais dapat diidentifikasi jenis dari kristal tersebut. Kisi Bravais merupakan sistem kristal atau bentuk dasar dari kisi kristal. Terdapat empat belas kisi Bravais dan untuk sistem kristalnya terdapat tujuh.




BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Struktur Atom-Atom Dalam Kristal Logam
Struktur logam dipandang terbentuk oleh tataan atom-atom yang terkemas (packed) bersama dalam suatu kristal. Konsep kristal kemasan mengasumsikan bahwa atom-atom berupa bola keras dan tentunya mempunyai ukuran yang sama untuk atom yang sama. Dalam suatu kristal logam, atom-atom tertata dalam rangkaian terulang yang disebut kisi kristal.
Apabila atom-atom logam dianggap sebagai bola-bola keras, maka dalam susunan 2-dimensi ada beberapa kemungkinan susunan yang dapat terbentuk. Dua diantaranya adalah susunan bujursangkar dan susunan heksagonal seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

 
a                                                            b
Gambar 1.1 susunan bujur sangkar (a) dan susunan heksagonal (b)

Pada susunan bujursangkar setiap atom logam bersinggungan dengan empat atom sejenis, sedangkan pada susunan heksagonal setiap atom logam bersinggungan dengan enam atom sejenis. Bilangan koordinasi masing-masing atom pada susunan bujursangkar adalah empat, sedangkan pada susunan heksagonal adalah enam.
Pada susunan tersebut di antara atom-atom logam terdapat rongga-rongga yang disebut tempat selitan (interstitial site). Apabila dilihat gambar 1.1 maka akan terlihat jelas bahwa ukuran selitan pada susunan bujursangkar lebih besar dibandingkan ukuran selitan pada susunan heksagonal. Hal ini menunjukkan bahwa selitan pada susunan heksagonal lebih rapat dibandingkan dengan selitan pada susunan bujursangkar. Dengan demikian, susunan heksagonal disebut kemasan rapat atau susunan rapat (close packing), sedangkan susunan bujursangkar bukan merupakan susunan rapat. 
Atom-atom logam dalam susunan rapat heksagonal 2-dimensi membentuk suatu lapisan. Apabila lapisan itu disebut lapisan A, maka di antara sebuah atom logam dengan enam atom sejenis yang bersinggungan dengannya akan terdapat enam buah tempat selitan. Enam tempat selitan tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu tempat selitan “b” dan tempat selitan “c” yang masing-masing jumlahnya tiga buah, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini
Gambar 1.2 susunan rapat heksagonal 2-dimensi dengan tempat selitan b dan c.
Pada susunan rapat 3-dimensi ada dua macam susunan rapat dari atom-atom logam, yaitu susunan rapat heksagonal (hexagonal close packing =hcp) dan susunan rapat kubus (cubic close packing = ccp).



2.2    Susunan rapat heksagonal (hexagonal close packing =hcp)
Dalam lapisan ini setiap bola disentuh oleh enam bola yang lain dan tatanan demikian ini merupakan cara yang paling rapat (mampat), oleh karena itu disebut kemas rapat (closed packing).

Jika bola lapisan kedua ditempatkan persis di atas rongga-rongga antara bola –bola lapisan pertama, ternyata hanya setengahnya saja jumlah rongga lapisan pertama yang terisi (tertutupi) oleh bola-bola lapisan kedua. Penataan dua lapis demikian ini menghasilkan kemasan A-B, karena persis lapisan pertama tidak sama dengan posisi lapisan kedua, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini
Penataan lapis ketiga ditempatkan di atas rongga-rongga lapisan kedua sedemikian sehingga bola-bola lapisan ketiga tepat lurus di atas bola-bola lapis pertama, demikian seterusnya lapisan keempat tepat lurus dengan lapisan kedua, tatanan demikian adalah kemasan lapisan A-B-A-B. Hasilnya adalah merupakan model kemas rapat heksagonal atau hcp (hexagonal closest packing).
Gambar 1.3 Susunan Rapat Heksagonal

Dalam susunan rapat heksagonal setiap atom logam bersinggungan dengan 6 atom sejenis pada lapisan sama, 3 atom sejenis pada lapisan atasnya, dan 3 atom sejenis pada lapisan bawahnya. Bilangan koordinasi setiap atom logam baik yang berada di lapisan A maupun lapisan B adalah 12, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini

Gambar 1.4 Bilangan Koordinasi Susunan Rapat Heksagonal
Beberapa logam yang mengkristal dengan susunan rapat heksagonal (hexagonal closest packing) adalah Co, Cd, dan Zn.


2.3    Susunan Rapat Kubus (Cubic close packing = ccp)
Pada susunan rapat kubus ini, lapisan pertama (A) disusun sedemikian rupa. Kemudian, lapisan kedua (B) ditempatkan persis di atas rongga-rongga antara bola–bola lapisan pertama, ternyata hanya setengahnya saja jumlah rongga lapisan pertama yang terisi (tertutupi) oleh bola-bola lapisan kedua. Sedangkan,  pada lapisan bola-bola ketiga ditempatkan di atas rongga-rongga lapisan kedua dan tepat lurus di atas rongga-rongga lapisan pertama yang belum tertutupi oleh lapisan kedua, sedangkan lapisan keempat tepat lurus dengan lapisan pertama, tatanan demikian adalah kemasan lapisan A-B-C-A-B-C-A, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini
hasilnya yaitu suatu bangun kemas rapat kubus (cubic closest packing = ccp), atau kubus pusat muka (face centered cube = fcc).
Gambar 1.5 Susunan Rapat Kubus
Tiap atom pada bangun geometri ini mempunyai bilangan koordinasi duabelas, enam pada lapis yang sama, dan masing-masaing tiga pada lapis atas dan dibawahnya, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini

Gambar 1.6 Bilangan Koordinasi Susunan Rapat Kubus
Beberapa logam yang mengkristal dengan susunan rapat kubus (cubic closest packing = ccp), atau kubus pusat muka (face centered cube = fcc) adalah Au, Ag, Cu, Ni dan Pt.

2.4    Susunan Kubus Sederhana Dan Kubus Berpusat Badan
1.         Susunan Kubus Sederhana (simple cubic packing = SC)
Pada lapisan pertama setiap atom logam bersinggungan dengan empat atom
sejenis. Lapis kedua ditata persis di atasnya, artinya tiap bola lapis kedua persis di atas tiap bola pertama, demikian seterusnya sehingga diperoleh lapisan A-A-A, yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini
                    
Gambar 1.7 Susunan Kubus Sederhana
Dalam bangun kubus sederhana, tiap bola (atom) disentuh oleh enam bola (atom) tetangga yaitu empat bola pada lapisannya dan masing-masing satu bola pada lapisan atas dan lapisan bawahnya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa tiap atom mempunyai bilangan koordinasi enam, yang dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 1.8 Bilangan Koordinasi Susunan Kubus Sederhana
2.    Susunan Kubus Berpusat Badan (body central cubic = BCC)
Jika di dalam rongga antara kedua lapis A-A terdapat satu bola ukuran sama yang tepat menyinggung kedelapan bola dari kedua lapis dan berakibat bola-bola pada tiap lapis A merenggang tidak lagi saling bersinggungan, maka diperoleh model bangun kubus pusat badan (body central cubic), yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini

                    
Gambar 1.9 Susunan Kubus Berpusat Badan

Dalam bangun kubus pusat badan tiap atom mempunyai bilangan koordinasi delapan, yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini
Gambar 1.10 Bilangan Koordinasi Susunan Kubus Berpusat Badan
Dengan demikian bangun kubus pusat badan lebih rapat daripada kubus sederhana. Beberapa logam yang mengkristal dengan model kemasan kubus berpusat badan (body central cubic) adalah logam alkali seperti Li, Na, K.

2.5    Intersisi atau selitan (Interstitial)
Intertirstitial atau selitan merupakan tempat adanya atom atau ion dalam ruang atau celah di antara bagian kisi, yang dapat dilihat pada gambar dibawah
Intersisi/selitan


Dalam susunan rapat heksagonal, intersisi/selitan dibedakan menjadi 2 yaitu
a.         Selitan Tetrahedral
Selitan tetrahedral adalah selitan sebagai titik pusat bangun bola tetrahedron. Selitan ini terbentuk dari tiga atom pada lapisan A dan satu atom pada lapisan B atau dapat juga sebaliknya. Selitan ini juga lebih kecil ukurannya daripada selitan oktahedral,yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini
Gambar 1.11 Intersisi Tetrahedral

b.    Selitan Oktahedral
Selitan oktahedral adalah selitan sebagai titik pusat bangun bola oktahedron. Selitan ini terbentuk dari tiga atom pada lapisan A dan tiga atom pada lapisan B. Selitan lapisan A yang tidak ditempati bola-bola lapisan B menghasilkan selitan oktahedral, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini
Gambar 1.12 Intersisi Oktahedral

Dalam satu susunan kemas rapat terdapat dua selitan tetrahedral dan satu selitan oktahedral, yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini
Selitan oktahedral
Selitan tetrahedral


2.6    Jenis-jenis Sistem Pengemasan Kristal Dan Contohnya
Geometri kristal dalam ruang tiga dimensi yang merupakan karakteristik kristal memiliki pola yang berbeda-beda. Suatu kristal yang terdiri dari jutaan atom dapat dinyatakan dengan ukuran, bentuk, dan susunan sel satuan yang berulang dengan pola pengulangan yang menjadi ciri khas dari suatu kristal.






          

            Gambar 1.13 Sumbu dan sudut antar sumbu Kristal

Sumbu-sumbu a, b, dan c adalah sumbu-sumbu yang dikaitkan dengan parameter kisi kristal. Untuk α, β, dan γ merupakan sudut antara sumbu-sumbu referensi kristal.
Kristal tunggal juga disebut sebagai monokristalin, yaitu suatu padatan kristal yang mempunyai kisi kristal yang susunannya teratur secara kontinu dan kisi-kisi kristal yang membentuk bingkai tersebut tidak rusak atau tetap strukturnya. Dalam identifikasi kristal tunggal tidak akan lepas dengan kisi Bravais karena dengan mengetahui sistem kristal atau kisi Bravais dapat diidentifikasi jenis dari kristal tunggal tersebut. Kisi Bravais merupakan sistem kristal atau bentuk dasar dari kisi kristal. Terdapat empat belas kisi Bravais dan untuk sistem kristalnya terdapat tujuh yang dapat dilihat pada tabel 1.1


Sistem Kristal
Parameter Kisi
Kisi Bravais
Simbol
Kubik
a = b = c

α = β = γ = 90°
Simpel

Pusat badan

Pusat Muka
P

I C
Monoklinik
a ≠ b ≠ c

a = γ = 90° ≠ β
Simpel

Pusat Dasar
P

C
Triklinik
a ≠ b ≠ c

a β γ ≠ 900
Simpel
P
Tetragonal
a = b ≠ c

α = β = γ = 90°
Simpel

Pusat Badan
P

I
Orthorombik
a ≠ b ≠ c

α = β = γ = 90°
Simpel

Pusat Dasar Pusat Badan Pusat Muka
P

C I F
Trigonal/

Rhombohedral
a = b = c

a = β = γ 90°
Simpel
P
Hexagonal/ Rombus
a = b ≠ c

a = β = 90°, γ =

120°
Simpel
P

a.    Sistem Kristal Kubik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal  kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c). Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚), yang dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini
Gambar 1.14 Sistem Kristal Kubik
Sistem kristal kubus ini dapat dibagi ke dalam 3 bentuk yaitu kubus sederhana (simple cubic/ SC), kubus berpusat badan (body-centered cubic/ BCC) dan kubus berpusat muka (Face-centered Cubic/ FCC). Berikut bentuk dari ketiga jenis kubus tersebut
Pada kubus BCC, masing-masing terdapat satu atom pada semua pojok kubus, dan terdapat satu atom pada pusat kubus (yang ditunjukkan dengan atom warna biru).Pada kubus FCC, selain terdapat masing-masing satu atom pada semua pojok kubus, juga terdapat atom pada diagonal dari masing-masing sisi kubus (yang ditunjukkan dengan atom warna merah). Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal kubik

b.    Sistem Kristal Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu b, b tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu a paling pendek. Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = γ = 90˚ ≠ β. Hal ini berarti, sudut α dan γ saling tegak lurus (90˚), sedangkan β tidak tegak lurus, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini

Gambar 1.15 Sistem Kristal Monoklin
Sistem kristal monoklin terdiri atas 2 bentuk, yaitu : monoklin sederhana dan berpusat muka pada dua sisi monoklin (yang ditunjukkan atom dengan warna hijau).
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal monoklin
                         Gypsum                                         Augit
                                                                              Epidot

c.    Sistem Kristal Triklinik
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α ≠ β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini


Gambar 1.16 Sistem Kristal Triklinik
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal triklinik
       
    Albit                                Anorthite                            Labradorite

d.   Sistem Kristal Tetragonal
Sama dengan sistem Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang. Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚), seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini
Gambar 1.17 Sistem Kristal Tetragonal

Pada sistem kristal tetragonal ini hanya memiliki dua bentuk yaitu sederhana dan berpusat badan. Pada bentuk tetragonal sederhana, mirip dengan kubus sederhana, dimana masing-masing terdapat satu atom pada semua sudut (pojok) tetragonalnya. Sedangkan pada tetragonal berpusat badan, mirip pula dengan kubus berpusat badan, yaitu memiliki 1 atom pada pusat tetragonal (ditunjukkan pada atom warna biru), dan atom lainnya berada pada pojok (sudut) tetragonal tersebut.

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal tetragonal

            
       Wulfenite                   Anatase                         Zircon


e.    Sistem Kristal Orthorombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚), yang dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini

Gambar 1.18 Struktur Kristal Orthorombik

Sistem kristal ortorombik terdiri atas 4 bentuk, yaitu : ortorombik sederhana, body center (berpusat badan) (yang ditunjukkan atom dengan warna merah), berpusat muka (yang ditunjukkan atom dengan warna biru), dan berpusat muka pada dua sisi ortorombik (yang ditunjukkan atom dengan warna hijau).

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal orthorombik
              
        Topas                     Stibnite                  Aragonite

f.     Sistem Kristal Rhombohedral/Trigonal
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α ≠ β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α, β, dan γ tidak sama dengan 90˚, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini






Gambar 1.19 Struktur Kristal Rhombohedral/Trigonal

Beberapa contoh mineral dan logam dengan sistem kristal rhombohedral/trigonal
         
Mineral Tourmaline               Logam Arsen                      Logam Bismut
g.    Struktur Kristal Heksagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Heksagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tetapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ, yang dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini

Gambar 1.20 Struktur Kristal Heksagonal

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal heksagonal

      
Hematit                                   Kalsit                                  Apatit

2.7    Unit Sel, Faktor Tumpukan/Efisiensi Kemasan Dan Perhitungan Geometri Pengemasan Kristal
a.     Unit Sel
Tatanan bola-bola paling sederhana yang apabila pada pengulangan diperoleh seluruh bangun kristal disebut unit sel atau satuan sel. Unit sel dengan model “stick-ball” (tongkat bola) adalah sebagai berikut :
       
       SC                                      BCC                       FCC                     HCP
Penetapan suatu titik dari mana satuan sel dibangun dapat dilakukan secara sembarang, namun sekali ditentukan harus konsisten diterapkan pada seluruh kristal.  
Gambar tersebut menunjukkan adanya 3 kemungkinan unit sel yaitu A, B, dan C pada suatu kristal yang dibangun berdasarkan sifat simetrinya menurut arah dua dimensi. Untuk satuan sel A, titik-titik kisi terletak pada atom atau ion yang bersangkutan. Sedangkan, untuk satuan sel B dan C titik-titik kisi
terletak di antara atom-atom atau ion-ion. Satu unit sel A dan sel B tersususun  oleh 2 lingkaran besar dan 2 lingkaran kecil. Sedangkan, satu unit sel C tersusun oleh masing-masing hanya satu lingkaran besar dan satu lingkaran kecil. Dengan demikian sel A dan B mempunyai ukuran yang sama dan lebih besar dari ukuran sel C. Sel A mempunyai sifat simetri paling tinggi karena mempunyai unsur-unsur simetri maksimum, dan dalam hal demikian unit sel dipilih bagi sel yang mempunyai sifat simetri yang tertinggi. Sel dengan ukuran (volume) terkecil dikatakan sel unit primitif. Dengan cara yang sama, unit sel dalam arah tiga dimensi dapat ditentukan, misalnya unit sel kubus sederhana.
Satuan sel yang paling mudah dilihat yaitu kubus sederhana yang dibangun oleh delapan bola yang menempati kedelapan titik sudut kubus. Namun, apabila bangun kubus ini diulang ke arah tiga dimensi, maka setiap bola sesungguhnya merupakan titik sudut persekutuan dari delapan kubus. Dengan kata lain, tiap bola hanya memberikan kontribusi 1/8 bagian saja kepada tiap satuan sel. Jadi satu satuan sel kubus sesungguhnya dibangun oleh hanya satu atom saja (1/8 x 8). Untuk kubus pusat badan terdapat satu bola (atom) interior tambahan yaitu sebagai tambahan pusat bangun kubus, sehingga dalam satu satuan sel terdapat 1+{8(1/8)} = 2 atom. Untuk bangun pusat muka terdapat enam atom tambahan yang menempati keenam muka kubus, sehingga tiap satuan sel kubus pusat muka terdapat 6(1/2) + {8(1/8)} = 4 atom. Untuk kemas rapat heksagonal terdapat 1/6 jumlah atom di pojok-pojok sel satuan baik dilapisan atas maupun dilapisan bawah, ½ jumlah atom di pusat muka yang berada di lapisan atas dan di lapisan bawah, dan 3 atom di dalam sel satuan sehingga tiap satuan sel rapat heksagonal memiliki 1/6 x 12 + ½ x 2 +3  = 6 atom.
b.        Faktor Tumpukan (Atomic Packing Factor =APF)
Faktor tumpukan atau efisiensi kemasan menyatakan fraksi dari volume sel satuan yang ditempati oleh atom-atom logam. Didalam menghitung besarnya faktor tumpukan, atom-atom logam dianggap sebagai bola-bola keras. Untuk struktur logam dapat diterapkan konsep tumpukan atom atau faktor tumpukan, yaitu:
Faktor tumpukan =
Dimana :
Volume atom  = jumlah atom dalam satu unit sel x volume bola
Volume atom sel satuan =  volume kubus
1.    Faktor tumpukan sel satuan kubus sederhana

            

Apabila a adalah sisi kubus dan r adalah jari-jari atom logam, maka
a = 2r   atau r = .
Dimana
Jumlah atom dalam sel satuan kubus sederhana = 1/8 x jumlah atom dipojok-
        pojok sel satuan
    = 1/8 x 8 = 1
Volume atom = 1 atom dalam unit sel kubus sederhana x volume bola (
Volume kubus = a3
Jadi, faktor tumpukan dari kubus sederhana dapat dihitung sebagai berikut:
Faktor tumpukan (APF)          =
=
=
=0.523
Jadi, faktor tumpukan untuk kubus sederhana adalah 0.523 atau 52,3%.

2.        Faktor tumpukan sel satuan kubus berpusat badan
           
Pada kubus pusat badan, dimisalkan juga sisi kubus dengan a dan jari-jari r. Dalam kubus pusat badan, kubus disusun oleh dua buah atom yang terdiri dari satu atom di tengah berbentuk bola utuh dan satu atom sudut yang terbagi menjadi delapan dan terletak di masing-masing sudut. Permukaan bola atom pusat dan sudut bersinggungan pada satu titik sehingga panjang diagonal ruang sama dengan empat kali jari-jari bola, dengan panjang diagonal ruang sebagai berikut
Panjang diagonal ruang =
Panjang diagonal sisi =
Panjang sisi = a, maka:
Panjang diagonal sisi        =
                                                       =  
                                                       =
                                                        =
Panjang diagonal ruang =
                                               =
                                               =
                                               =
                                               =
Karena 4r = , maka setelah mengetahui hubungan r dan a, maka:
r =
Jadi, faktor tumpukan bcc =  
 = 0.68 = 68%
c.         Faktor tumpukan sel satuan kubus berpusat muka
        
Sama seperti perhitungan sebelumnya, sisi kubus dimisalkan dengan a, dan jari-jari r. FCC tersusun juga oleh empat buah atom (berbentuk bola) yang terdiri dari enam bentuk setengah bola di dinding kubus, dan delapan bentuk seperdelapan bola di sudut kubus. Permukaan seperdelapan bola di sudut bersinggungan dengan permukaan setengah bola di dinding kubus sehingga panjang diagonal sisi kubus sama dengan empat kali jari-jari bola.
Panjang diagonal sisi =
Panjang sisi = a, maka:
Panjang diagonal sisi        =
                                                       = 
                                                       =
                                                        =
Karena 4r = , maka setelah mengetahui hubungan r dan a, maka:
r =
Jadi, faktor tumpukan bcc =  
 = 0.74 = 74%
d.        Faktor tumpukan sel satuan heksagonal
Jumlah atom dalam sel satuan heksagonal = (1/6 x jumlah atom di pojok pojok sel satuan + ½ x jumlah atom di pusat muka  + jumlah atom di dalam sel satuan)  = 1/6 x 12 + ½ x 2 +3  = 6
Volume 1 atom = 4/3 πr3
Volume heksagonal          = luas alas x tinggi
                                = volume 6 segitiga sama sisi x tinggi
= 6 (r x r ) x c
= 6 (r x r x 1,633 a
= 12 x r x r x 1,633 r
= 33,94 r3
Faktor tumpukan (APF)   =
=
= 0,7405 = 74.05%














BAB III
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
       Adapun kesimpulan yang didapat dari isi makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Apabila atom-atom logam dianggap sebagai bola-bola keras, maka dalam susunan 2-dimensi ada beberapa kemungkinan susunan yang dapat terbentuk dua yaitu susunan bujursangkar dan susunan heksagonal.
2.    Pada susunan bujursangkar dan heksagonal, di antara atom-atom logamnya terdapat rongga-rongga yang disebut tempat selitan (interstitial site).
3.    Dalam model 2-dimensi, susunan bujursangkar bukan merupakan susunan rapat. Sedangkan, susunan heksagonal disebut kemasan rapat atau susunan rapat (close packing atau closest packed).
4.    Ada dua macam susunan rapat tiga dimensi dari atom-atom logam, yaitu susunan rapat heksagonal (hexagonal close packing = hcp) dan susunan rapat kubus (cubic close packing = ccp). Sedangkan susunan atom-atom logam yang tidak rapat dibagi menjadi dua macam yaitu susunan kubus sederhana (simple cubic packing) dan susunan kubus berpusat badan (body central cubic).
5.    Sistem kristal dapat dibagi kedalam tujuh sistem kristal yaitu kubik, monoklin, triklinik, tetragonal, ortorombik, trigonal/rhombohedral, dan heksagonal.
           






DAFTAR PUSTAKA


Ahmad. 2011. Kristalografi Sistem Kristal. Diunduh di https://medlinkup.wordpress.com/2011/02/26/sistem-kristal/ pada tanggal 07 maret 2016.
Effendy.2010. Logam, Alloi, Semikonduktor, dan Superkonduktor. Malang : Bayu
Media Publishing.
Housecroft, C.E. and Sharpe, A. G. 2008. Inorganic Chemistry Third Edition. London. Prentice-Hall.
Rusli, Rolan. 2012. Sistem Kristal Dan Kisi Bravais. Diunduh di http://rolanrusli.com/sistem-kristal-dan-kisi-bravais/ pada tanggal 07 maret 2016.
Sugiyarto, Kristian H. Dan Retno D. 2010. Kimia Anorganik Logam. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Surdia, Noor Mansdsjoeriah.1993. Ikatan Dan Struktur Molekul. Bandung : ITB.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar